Semester Ganjil 2025/2026
Berdasarkan Jenjang dan Tahun Angkatan Mahasiswa
Berdasarkan Jenjang dan Tahun Angkatan Mahasiswa
Berdasarkan Sumber Data dan Tahun Terbit
Chronicles of a Collective Claim to Religious Authority: KUPI's Women Ulama
Jurnal African Journal of Gender and Religion
This paper chronicles KUPI's collective claim to religious authority for women ulama in Indonesia, from the perspective of the initiators of this movement. It reveals some of the thought process behind key actions taken by KUPI during its first decade in making this collective claim, particularly on how KUPI locates itself in Indonesia's multiple histories of struggle towards social justice, how it constructs its broad-based and inclusive movement in order to make its bold claim, and how recognition of religious authority takes form at the community level and in the personal lives of KUPI's women ulama. This chronicle draws on the authors' engagements, analysis, and reflections as part of the initiators and leadership of KUPI.
Maq??id Cum-Mub?dalah Methodology of KUPI: Centering Women’s Experiences in Islamic Law for Gender-Just Fiqh
Jurnal AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial
The production of fatwā in Indonesia has traditionally been dominated by male scholars and rooted in conventional methodologies that prioritize textual sources, often neglecting the lived experiences of women. This article examines innovative methodology proposed by the Indonesian Congress of Women Ulama (Kongres Ulama Perempuan Indonesia, or KUPI) to develop a gender-just approach to Islamic jurisprudence (fiqh). Drawing on participant observation of KUPI's fatwa-making processes in two events occurring respectively in 2017 and 2022 and literature analysis, this study explores two key questions:(1) To what extent does KUPI’s maqāṣid cum-mubādalah methodology foster gender-just fiqh?(2) How does KUPI apply this methodology, incorporating both women’s experiential perspectives and literal Islamic texts, in issuing its fatwā on child marriage and abortion in cases of rape? The analysis highlights how KUPI’s maqāṣid cum-mubādalah approach challenges traditional jurisprudence, showcasing its transformative potential. KUPI’s framework integrates maqāṣid asy-syarī’ah (the objectives of Islamic law) with mubādalah a perspective emphasizing equality and reciprocity between men and women. Termed maqāṣid cum-mubādalah, this methodology recognizes lived experiences of women as one of the sources to formulate religious opinions, or fatwā, in Islamic legal tradition. This article underscores the importance of integrating women's experiential perspectives into Islamic legal discourse, offering new insights into evolving interpretations of fiqh that prioritize justice and equality.
Ab? Shuqqa’s Approach to the ?ad?th
Jurnal Studies in Islamic Ethics
Over the past three decades, many feminist and progressive Muslims have criticised the ḥadīth and dismissed them from their projects on egalitarian gender ethics in Islam. Fatima Mernissi (d. 2015) argued that all ḥadīths demeaning women are traditions of misogyny falsely attributed to the Prophet and accordingly are not authoritative sources of Islamic teachings (Mernissi 1991). Riffat Hassan (b. 1943) and Ali Asghar Engineer (d. 2013) also contended that the ḥadīth is a source of patriarchal Islam and are not authoritative enough to construct a notion of egalitarian Islam (Hassan 1991; Engineer 2001). On the other side, many contemporary religious scholars still utilise ḥadīth to perpetuate entrenched traditional interpretations of Islam that discriminate against women. On the basis of traditional interpretation and some ḥadīths, many religious scholars have reduced the ideal Muslim woman, in this contemporary age, as completely invisible from the public domain. They forbid women to drive cars, walk in the middle of the road, travel alone, work in public (especially in radio or television stations), or participate in political activities. They have also conceptualised that the ideal Muslim woman a domestic role of being an obedient wife whose religious duty is to serve and please her husband. This ḥadīth-based interpretation is observed in the works of ʿAbd al-ʿAzīz Ibn Bāz (d. 1999) and of Muḥammad b. Ṣāliḥ al-ʿUthaymīn (d. 2001)(Ibn Bāz 1988; 1994; and 1995; al-ʿUthaymīn 1989; and 1998), the most revered scholar for contemporary Wahhabī Muslims. This traditional interpretation is also visibly observed in the contemporary ḥadīth
Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama
Buku Penerbit IRCISOD
Banyak umat Islam masih merasa kesulitan, secara teologis, untuk memiliki relasi yang baik dan Islami dengan pemeluk agama lain. Padahal, jika kita merujuk sumber-sumber biografi Nabi Muhammad Saw., baik al-Qur’an, hadits, maupun sirah, kita menemukan berjibun teladan relasi dengan orang yang berbeda agama. Mulai dari kehidupan masa kecil, remaja, dewasa, pada saat memperoleh wahyu, berdakwah, dan ketika berhijrah lalu menetap di Madinah sampai akhir hayat beliau. Bahkan, sampai menjelang akhir hayat Nabi Saw, ada sekitar 70 sahabat yang hidup di sebuah negara Kristen, yaitu Etiopia (Habasyah). Buku kecil ini mengungkap kisah-kisah teladan tersebut, terkait relasi sosial, bertetangga, saling berkunjung, mengundang makan, mengucap dan menjawab salam, bersama membangun masyarakat, melawan kezaliman, dan mewujudkan keadilan. Nabi Saw dikenal sebagai al-amin kepada semua orang, termasuk kepada yang berbeda agama. Beliau dipercaya, berbuat baik, jujur, dan suka menolong, baik dalam kehidupan fase Mekkah maupun Madinah. Buku ini, karena itu, mengusulkan agar kisah-kisah ini menjadi inspirasi dan perspektif dalam memaknai ayat dan hadits secara mubadalah, sehingga relasi umat Islam dengan pemeluk agama lain, dalam konteks negara bangsa saat ini, menjadi lebih konstruktif dan bersinergi untuk peradaban yang lebih baik sesuai dengan mandat al-Qur’an (QS. Al-Maidah, 5: 48).
Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik
Jurnal Bandung: Afkaruna. Id
Kerja kepengasuhan dan kerja rumah tangga adalah tanggung jawab perempuan sebagai istri, ibu, atau anak. Pembebanan tugas ini hanya kepada perempuan karena ada pemahaman bahwa kodrat perempuan selaku “penjaga rumah”. Sebab, jika perempuan berada di ruang publik, maka dia menjadi sumber fitnah. Apakah pemahaman ini sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw. sebagai pembawa syariat Islam? Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik mengupas Hadis-Hadis tentang tugas, kerja rumah tangga, dan pengasuhan dalam Islam. Sebuah buku yang menelisik lebih dalam tentang persoalan keseharian perempuan dan laki-laki dengan pendekatan mubâdalah.
Fikih hak anak: menimbang pandangan al-Qur'an, hadis, dan konvensi internasional untuk perbaikan hak-hak anak
Buku Penerbit Yayasan Rumah Kita Bersama
Fikih hak anak: menimbang pandangan al-Qur'an, hadis, dan konvensi internasional untuk perbaikan hak-hak anak
Metodologi Fatwa KUPI
Jurnal Fahmina Institute, February
Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) adalah gerakan yang mendasarkan visi keislamannya pada gagasan rahmatan lil ‘âlamîn rahmatan lil ‘alamin (kerahmatan semesta) yang ditegaskan berbagai ayat al-Qur’an dan akhlâq karîmah akhlaq karimah (akhlak mulia) yang diteladankan Nabi Muhammad SAW.Saw. Gagasan ini, dalam paradigma KUPI, diformulasikan dalam sembilan nilai dasar: ketauhidan, kerahmatan, kemaslahatan, kesetaraan, kesalingan, keadilan, kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaan. Gagasan-gagasan dalam sembilan nilai dasar ini diimplementasikan dengan tiga pendekatan: makruf, mubadalah dan keadilan hakiki bagi perempuan. Ketauhidan adalah fondasi dari semua nilai yang lain. Bahwa yang Tuhan itu hanya Allah SWT semata, dan yang lain, semuanya adalah ciptaan-Nya dan hamba-Nya. Ketika menciptakan, mengatur, memelihara, termasuk menurunkan wahyu-Nya adalah bentuk dari Rahmaân dan Rahiîm-Nya. Dari sini, lahir visi kerahmatan Allah SWT kepada seluruh semesta, termasuk melalui wahyu yang diturunkan kepada manusia.
Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah
Jurnal Mengaji Ulang Hadis dengan Metode Mubadalah (NH Aida, Ed
Berabad-abad lamanya perempuan mendapatkan stigma sebagai sumber fitnah. Hal ini lahir karena adanya prasangka yang didasari oleh konstruksi sosial. Diakui atau tidak, pandangan serupa itu juga lahir karena adanya Hadis-Hadis yang -jika diapahami secara literal- tidak memihak perempuan. Bagaimana seharusnya kita memperlakukan teks-teks agama yang selama ini disalahpahami sebagai dasar pembenaran terhadap prasangka dan perilaku tidak adail kepada perempuan? Apakah ada kemungkinan untuk memberikan makna atau tafsir yang lebih ramah terhadap perempuan? Melalui metode mubadalah, Faqihuddin Abdul Kodir menawarkan pembacaan teks yang menempatkan laki-laki dan perempuan sebagai hamba Allah. Dan subjek utama dalam teks-teks keagamaan. Makna teks harus selaras dengan visi rahmah li al-alamin dan akhlak mulia yang dibawa oleh Islam, sehingga menghadirkan pemahaman yang ramah terhadap laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan Sumber Data dan Tahun Pelaksanaan
Pengurus Lembaga Kemashalahatan Keluarga (LKK) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Pengabdian Masyarakat
Pengurus Lembaga Kemashalahatan Keluarga (LKK) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Berdasarkan Sumber Data dan Tahun Terbit
Qira’ah Mubadalah: Tafsir Progresif Untuk Keadilan Gender Dalam Islam
Buku Penerbit IRCiSoD
Qir?’ah mub?dalah telah membantu mengatasi ketatnya aturan gender dalam bahasa Arab, yang membuat teks-teks keislaman sangat maskulin menjadi seimbang. Cara baca ini telah memungkinkan lahirnya narasi Islam yang menempatkan laki-laki dan perempuan setara sebagai manusia. Ini adalah capaian sangat penting, mengingat ketimpangan relasi gender dapat diperbaiki menjadi seimbang. Karenanya, laki-laki dan perempuan sama-sama berhak memperoleh kemaslahatan dan terhindar dari kemafsadatan.